Kutim, infosatu.co – Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Diskop UKM) Kabupaten Kutai Timur (Kutim) menunjukkan langkah proaktif dalam mendukung perkembangan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).
Selain mengidentifikasi keberadaan UMKM, Diskop UKM juga memberikan pendampingan penerbitan Nomor Induk Berusaha (NIB) guna mendorong formalitas usaha. Hingga kini tercatat sebanyak 272 UMKM telah mengantongi NIB.
Tidak berhenti di situ, upaya penguatan dalam pengembangan UMKM juga dilakukan melalui sejumlah kegiatan yang lain. Sekretaris Dinas Koperasi dan UKM Kutim Akhmad Asari mengatakan bahwa pihaknya tengah menjalankan program terbaru.
Kegiatannya meliputi pelatihan manajemen usaha, batu kelapa, e-katalog, go expo, dan fundamental bisnis. Selain itu melalui pelatihan seperti olahan buah, olahan daging, tata rias, dan menjahit.
“Aspirasi kami melalui pelatihan ini adalah untuk meningkatkan kualitas produk dan kapasitas pelaku UMKM. Fokusnya tidak hanya pada sektor kuliner, tetapi juga mencakup bidang lain seperti pariwisata, perkebunan, dan pertanian,” ungkap Asari, Rabu (22/11/2023)
Ia menyatakan bahwa dukungan Diskop UKM yang selama ini dijalankan membuahkan hasil positif. Sebagai contohnya, sejumlah komoditas dari Kutim telah masuk pasar ekspor. Produk itu seperti pisang telah dikirim ke Singapura, nanas ke Polandia, dan madu ke berbagai negara.
Lebih lanjut, Asari menyebut keberhasilan UMKM dalam ekspor produknya, seperti pisang ke Singapura, nenas ke Polandia, dan madu ke berbagai negara. Upaya ini sejalan dengan visi Bupati Kutim untuk setiap desa memiliki produk unggulan sesuai dengan ciri khasnya.
“Saat ini, kami berupaya memenuhi persyaratan SNI untuk produk-produk UMKM, karena Bupati menginginkan ekspansi internasional. Namun, masih ada kendala terutama terkait sertifikasi halal dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM),” ujarnya.
Menurut Asari, kendala utama dari sertifikasi halal itu karena dana yang dibutuhkan cukup signifikan. Per produk membutuhkan biaya hingga Rp10 juta. Sementara, permintaan ekspor kian bertambah.
Salah satunya adanya permintaan dari Negara Timor Tengah terkait penyediaan ikan asin haruan dan biawai. Sebuah kajian akan dilakukan untuk memastikan ketersediaan produk tersebut dan mempertahankan kelangsungan perusahaan.
Dengan kondisi tersebut, Dinas Koperasi dan UKM berencana memikirkan solusi untuk mengatasinya di kemudian hari.
Di sisi lain, kendala yang dihadapi tentang bantuan melalui koperasi karena pelaku UMKM tidak memiliki akta notaris.
“Kita belajar dari luar untuk mengadopsi kebiasaan baik dan menerapkannya di daerah kita sendiri. Ini terkait dengan pendanaan yang seringkali tidak bergulir dengan baik di beberapa tempat,” jelas Asari.
Pada akhirnya, Asari menyoroti kebutuhan akan koperasi modern yang saat ini belum ada. Target Kementerian adalah hingga tahun 2024, setiap daerah di Indonesia sudah memiliki koperasi modern yang beroperasi secara elektronik dan digital.
Saat ini, UMKM di Kutai Timur baru terdata sekitar 500 lebih. Mereka mendapatkan dukungan modal dari Bank Perkreditan Rakyat (BPD) yang menawarkan bunga lebih terjangkau.
“Dinas Koperasi dan UKM Kutim tetap berkomitmen untuk terus berperan aktif dalam mengembangkan UMKM di wilayah demi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” pungkasnya.