Samarinda, infosatu.co – Dewan Pimpinan Daerah Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia Kalimantan Timur (DPD GMNI Kaltim) merespon pembatalan kenaikan uang kuliah tunggal (UKT) tahun ajaran 2024/2025 di seluruh Perguruan Tinggi Negeri (PTN).
Pembatalan kenaikan UKT itu juga telah dilaporkan oleh Mendikbudristek Nadiem Makarim kepada Presiden Joko Widodo alias Jokowi di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (27/5/2024).
Sebelumnya, Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi pada PTN di lingkungan Kemendikburistek telah diterbitkan. Dampaknya, UKT melonjak secara serentak di seluruh perguruan tinggi.
Selain itu, aturan tersebut juga memberlakukan Iuran Pengembangan Institusi (IPI) yang dinilai semakin mempersempit akses masyarakat ekonomi rendah untuk bisa mengenyam pendidikan tinggi. Publik mengeluhkan permasalahan tersebut. Hingga akhirnya kenaikan UKT dibatalkan.
Ketua Bidang Media dan Propaganda DPD GMNI Kaltim, Mujahid menyatakan bahwa seluruh warga negara berhak mengakses pendidikan. Maka, pemerintah wajib menjaminnya karena pendidikan merupakan kebutuhan yang fundamental bagi sebuah bangsa.
“Di dalam konstitusi UUD 1945 sudah final bahwa Indonesia sebagai negara Walfare State, maka tujuan negara kita salah satunya adalah mencerdaskan kehidupan bangsa,” ujarnya, Selasa (28/5/2024).
“Idealnya pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas dan layak agar dapat diakses siapun tanpa memandang status sosial ataupun kelas ekonominya,” lanjutnya.
Mujahid juga menanggapi pembatalan kenaikan UKT oleh Mendikbudristek. Ia menilai, keputusan itu hanya hanya sebatas solusi jangka pendek. Maka, seharusnya pembatalan tersebut harus diselaraskan dengan pencabutan dari payung hukum kebijakan tersebut.
“ini kita bicara nomenklaturnya, harusnya diikuti dengan pencabutan aturan Permen-nya juga. Karena beberapa perguruan tinggi sudah melakukan penyesuaian melalui penyusunan keputusan rektor,” Mujahid menegaskan.
“Dengan pencabutan aturan tersebut, secara otomatis akan menggugurkan aturan-aturan di beberapa perguruan tinggi mengenai penyusaian kenaikan harga UKT yang tertuang dalam Permen tersebut. Kalau tidak dicabut, ini tidak menutup kemungkinan kebijakan ini akan tetap berlaku di kemudian hari” sambungnya.
Lebih lanjut, mahasiswa FKIP Unmul ini juga menyanyangkan terkait terbitnya aturan tersebut yang dinilai akan semakin menggeser citra institusi pendidikan menjadi lembaga yang berwatak komersil.
“Lembaga pendidikan bukanlah institusi yang bersifat nirlaba, maka tujuannya bukan mencari keuntungan atau profit. Ini kan sudah jelas dalam Undang-Undang Sisdiknas kita, kalau watak pendidikan kita diubah menjadi komersil maka tentu ini sudah sangat jauh menyimpang dari cita-cita tujuan penyelenggaran pendidikan nasional kita,” tegasnya.
Mujahid pun mendorong Kemendikbudristek tetap berkomitmen terhadap akselerasi mewujudkan pemerataan akses memperoleh pendidikan yang berkualitas hingga ke pendidikan tinggi.
“Ini harus menjadi komitmen dari pemerintah khususnya Kemendikbudristek. Bagaimana melahirkan kebijakan yang benar-benar memberikan kesempatan bagi seluruh rakyat Indonesia untuk memperoleh pendidikan yang berkualitas hingga ke pendidikan tinggi demi terwujudnya generasi emas pada tahun 2045,” tutupnya.