Penulis : Ichal – Editor : Eres
Kubar, infosatu.co -Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kutai Barat (Kubar) menyebut ada 11 perusahaan tambang batu bara pemegang Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) masih menunggak pajak Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Temuan itu didapat langsung DPRD Kubar saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan sejumlah perusahaan di lantai dua DPRD Kubar pada Senin (18/3/2019).
“Totalnya Rp123 miliar yang sudah ditangani itu ada 5 perusahaan oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang ( KPKNL). Jadi yang sudah terbayar itu ada Rp25 miliar. Kalau tidak salah masih ada Rp100 miliar lebih yang harus disetor ke kas negara,” jelas Ketua Komisi III DPRD Kubar Anselmus Tatang kepada wartawan.
BACA JUGA :Tiba Dari Jakarta, Rudi Mas’ud Langsung Penuhi Panggilan Bawaslu
Wakil Ketua Komisi III Yohanes Mas Puncan Karna menambahkan dari 17 perusahaan pemegang IPPKH di Kubar, baru 6 perusahaan yang membayar PNBP. Sementara 11 perusahaan lainnya masih menunggu klarifikasi besaran pajak sesuai izin yang dimiliki.
“Kita dapatkan info bahwa dari 17 perusahaan yang memegang IPPKH itu baru 6 yang membayar. Memang kewenangannya bukan di pemerintah daerah dan dilakukan secara on line dan terbuka, hanya saja momen hari ini kami gunakan untuk mengingatkan. Bisa jadi mereka itu kurang bayar atau lebih bayar. Tapi yang terjadi dari penjelasan BPKH setelah hasil verifikasi rata-rata mereka kurang bayar,” jelas Punan Karna.
Sementara perwakilan dari PT.Trubaindo Coal Mining dan Bharinto Ekatama (TCM-BEK) Hirung mengaku pihaknya tidak pernah menunggak membayar PNBP. Hanya saja ada perbedaan penafsiran antara Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) selaku penagih PNBP dengan pihak perusahaan.
Menurutnya perusahaan sebenarnya sudah membayar pajak sesuai luas area yang diproduksi. Sementara BPKH tetap menagih pajak untuk keseluruhan area sebagaimana tercantum dalam IPPKH, padahal areal konsesi tambang belum semua diproduksi.
“Kalau PNBP itu sebenarnya hanya interpretasi saja yang kurang clear antara kita dengan BPKH. Karena secara aktual di lapangan kita tidak mengurangi haknya negara. Contohnya kami mengajukan base line 500 hektar, ternyata aktual kami hanya 200 hektar, artinya yang 300 hektar hak negara tadi belum ada kegiatan. Inilah yang jadi dasar kenapa ada perbedaan antara perusahaan dengan BPKH”, katanya.
BACA JUGA :Dewan Kejar Target. Tanggapan Pemprov Terkait RPJMD Kaltim Dipercepat
PT .TCM-BEK jadi salah satu perusahaan yang sempat disinggung dalam rapat karena terlambat membayar PNBP senilai lebih dari Rp1 miliar. Perusahaan yang memegang 4 IPPKH itu juga berjanji segera melunasi kewajibannya.
Untuk diketahui hearing tersebut dipimpin Ketua Komisi III DPRD Kubar Anselmus Tatang didampingi Wakil Ketua Komisi III Yohanes Mas Puncan Karna, Ketua Komisi II Ipin serta sejumlah Anggota Dewan lainnya.
Kemudian dari pihak pemerintah dihadiri Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Kutai Barat Ali Sadikin, Kepala seksi Informasi Sumber Daya Hutan dan Lingkungan BPKH Wilayah IV Samarinda Alwin Dawarman. Sementara pihak perusahaan dari 17 yang diundang hanya 4 yang hadir, yakni PT TCM, PT BEK, PT Kedap Sayap dan PT David Bumi Perkasa.
Selain masalah tunggakan PNBP, dalam RDP juga dibahas masalah rehab Daerah Aliran Sungai dan program Corporate Social Responsibility (CSR).