Penulis : Asya – Editor : Sukrie
Samarinda, Infosatu.co – Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum – LHK) Wilayah Kalimantan menggelar press conference terkait penangkapan pelaku illegal logging di Komplek KLHK jalan Untung Suropati Samarinda, Selasa (16/07/2019).
Kepala Gakkum wilayah Kalimantan Kombes Subhan memaparkan, pihaknya telah menyita 2.089 potong sortimen papan / balok kayu olahan (44 M3) dan 2 unit circle saw kayu olahan. Balok kayu tersebut jenisnya rimba campuran dan meranti rawate
“Kami telah menyita barang bukti dan saat ini dititipkan di KPHP Nunukan Dinas Kehutanan Provinsi Kaltara,” papar Subhan.
Kasus tersebut, tambah Subhan, bermula hasil laporan masyarakat pada 5 Juli 2019 lalu. Dimana adanya aktivitas pendampingan dan perdagangan kayu olahan illegal di Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Utara. Setelah verifikasi, Tim SPORC Brigade Enggang Kaltim melakukan penggrebekan dan penindakan.
“Kami dibantu dengan Polres Nunukan mengamankan barang bukti dan membawa tiga (3) pelaku,” tutur Anton Junaedi selaku kepala penyidik kasus tersebut.
Para pelaku berinisial N (51 tahun) asal Nunukan, RH (56 tahun) asal Nunukan, dan Y (57 tahun) asal Balikpapan. Saat ini, 3 tersangka ditahan di Rutan Polresta Samarinda selama 20 Hari ke depan.
Terkait kasus tersebut, Annur Rahim selaku Kepala Gakkum – LHK Seksi Wilayah II Samarinda memberi apresiasi kepada Polda Kaltara dan KPHP Nunukan Dinas Kehutanan Provinsi Kaltara.
“Dengan kerjasama pihak terkait, kami mampu proses kasus ini dengan lancar dan tidak ada masalah,” kata Annur.
Pasal yang dijerat tersangka ialah Pasal 83 (1)(b) dan pasal 12 (e) Undang – Undang RI Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Ancaman pidananya sendiri ialah pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun.
Terkait kasus ini, Pengamat hukum Herdiansyah Hamzah atau Castro, panggilan akrabnya, memberi apresiasi kepada Gakkum KLHK yang telah berhasil melakukan penangkapan
“Mesti diapresiasi. Hanya saja perlu dialukan proses penyelidikan lebih lanjut yang tidak hanya berhenti di aktor dilapangan saja,” kata Castro diwawancarai melalui WhatsApp.
Castro menambahkan, kasus ini harus menyasar aktor intelektual (directing mind) yang mengendalikan kejahatan ini. Apabila pelakunya perorang, tentu sanksinya jauh lebih ringan dibanding koorporasi.
“Karena itu, tindak pidana yang dilakukan koorporasi juga harus dikejar. Karena mustahil pelaku melakukan kejahatan sendiri-sendiri tanpa dikendalikan koorporasi,”tutup Castro.