Jakarta, infosatu.co – Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah memberikan izin mengelola tambang kepada organisasi masyarakat (ormas) keagamaan pada Kamis (30/5/2024) lalu.
Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Batubara Pasal 83A.
NU jadi pendaftar pertama
Dari keputusan tersebut, sejumlah ormas merespons. Ada yang setuju, ada juga yang tidak, dan masih juga ada yang mempertimbangkan. Dari sekian ormas yang ada di Indonesia, hanya Nadhlatul Ulama (NU) yang siap sekaligus menjadi pendaftar pertama.
Hal tersebut diungkap Deputi Bidang Pengembangan Iklim Penanaman Modal Kementerian Investasi/BKPM Yuliot Tanjung. Yuliot menyebut pihaknya baru akan menerbitkan izin dalam 15 hari jika semua syarat terpenuhi. Jika disetujui, NU akan mengelola tambang batu bara dengan cadangan besar di Provinsi Kalimantan Timur.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf mengatakan bahwa pihaknya telah siap dengan sumber daya manusia mumpuni untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab tersebut.
“Bendahara umum kami ini pengusaha tambang juga, dan dia tentu tidak sendirian. Bukan hanya soal bahwa dia sendiri pengusaha tambang. Tetapi sebagai pengusaha tambang, dia punya jaringan bisnis di antara komunitas pertambangan ini,“ ujarnya dalam konferensi pers, Senin (3/6/2024).
“Sehingga saya kira akan ada ruang yang memadai bagi NU untuk membangun kapasitas usaha pertambangan ini,” lanjut Yahya.
Muhammadiyah ogah buru-buru
Ketua Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah Saad Ibrahim menegaskan bahwa pihaknya tidak mau tergesa-gesa menyikapi kebijakan tersebut. Bagi Muhammadiyah, persoalan izin usaha tambang adalah sesuatu yang baru.
“Masalah ini akan kami godok lebih dulu secara baik dan sebagainya. Kami bicara soal segi positif dan segi negatif. Saya kira ini masih akan kami bahas,” ujar Saad dalam konferensi Pers, Selasa (4/6/2024).
KWI dan PMKRI langsung menolak tawaran
Lebih lanjut, ormas keagamaan Katolik yaitu Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) menolak privilese atau hak istimewa mengelola tambang dari Presiden Jokowi. KWI mendorong tata kelola pembangunan sesuai prinsip berkelanjutan.
“Pertumbuhan ekonomi tidak boleh mengorbankan hidup masyarakat dan kelestarian lingkungan hidup. KWI tidak berminat mengambil tawaran tersebut,” tegas Marthen Jenarut Sekretaris Komisi Keadilan dan Perdamaian KWI, dalam keterangan pers pada Rabu, (5/6/2024).
Senada dengan KWI, Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) bersikap sama. Tri Natalia Urada Ketua Presidium PP PMKRI mengatakan tidak ada perbincangan mengenai hal ini, jikalau ada PMKRI akan tegas menolak langsung tawaran tersebut.
“Tidak ada pembicaraan soal penawaran pemerintah dalam pengelolaan tambang dengan PMKRI selama ini. Kalau pun ada penawaran, PMKRI pasti menolak,” ujarnya dalam siaran pers pada Rabu, (5/6/2024).
PGI sebut izin tambang bukan mandat
Ormas keagamaan Kristen yakni Persekutuan Gereja- Gereja Indonesia (PGI) menyebut masalah tambang bukan bagian dari bidang pelayanan dan mengaku tak memiliki kemampuan di bidang tersebut. PGI juga menegaskan tawaran izin usaha tambang bertentangan dengan prinsip pihaknya.
“PGI aktif mendampingi korban-korban kebijakan pembangunan, termasuk korban usaha tambang. Ikut menjadi pelaku usaha tambang potensial akan menjadikan PGI berhadapan dengan dirinya sendiri dan sangat rentan kehilangan legitimasi moral,” urai Gomar Gultom Ketua Umum PGI pada keterangan pers, Kamis (6/6/2024).
PHDI masih dalam pertimbangan
Terakhir, organisasi keagamaan Hindu Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) belum memberikan keputusan mengenai kebijakan ini. PHDI masih mempertimbangkan keputusannya, sebab melihat industri ekstraktif ini berpotensi bertolak belakang dengan prinsip-prinsip yang ada dalam PHDI.
“Kami mesti berhati-hati karena isu tambang isu yang cukup sensitif. Ada faktor lingkungan, ada faktor lain-lain. Meskipun tambang pada kenyataannya memberikan kontribusi luar biasa pada pembangunan bangsa,” ujar I Ketut Budiasa, Sekretaris Umum Pengurus Harian PHDI.