Bontang, infosatu.co – Dosen Universitas Nahdlatul Ulama Kalimantan Timur (UNU Kaltim) Siti Suhada menyatakan bahwa kewaspadaan terhadap hoaks atau informasi bohong sangat dibutuhkan saat menjelang Pilkada 2024.
Ia lantas menunjukkan data jumlah hoaks politik yang mencapai 35 persen di awal 2023. Persentase itu dari total hoaks yang teridentifikasi sebagai informasi palsu.
“Hoaks jenis ini cenderung menargetkan pembaca yang kurang cermat dan bisa menimbulkan persepsi negatif terhadap isu-isu politik yang sensitif,” ujar Siti saat menjadi narasumber pelatihan Cek Fakta & Antihoaks yang digelar PT Pupuk Kaltim bersama Forum Jurnalis Bontang, Kamis (14/11/2024).
Selain hoaks politik, terdapat beberapa jenis hoaks lainnya, termasuk terkait dengan urusan pribadi (10%), berita duka (7%), kriminalitas (9%), dan kesehatan (8%).
Hoaks jenis ini sering kali mengandung narasi provokatif dan sentimen negatif yang bertujuan memancing emosi masyarakat.
Siti juga memperkenalkan platform Turnbackhoax.id yang menyediakan layanan pengecekan fakta. Menurutnya, hoaks saat ini tersebar dalam berbagai bentuk, mulai teks, gambar, video, maupun campuran dari semuanya.
Platform ini membantu masyarakat memverifikasi informasi yang mencurigakan, terutama yang beredar di media sosial seperti Facebook, Twitter, WhatsApp, TikTok, dan YouTube.
Objek dari hoaks tersebut sering kali melibatkan pemerintah, aparat kepolisian, TNI, hingga masyarakat sipil.
Mengenai konsekuensi hukum, Siti mengingatkan bahwa penyebaran hoaks bisa melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dengan ancaman pidana hingga enam tahun penjara.
Ia juga mengimbau masyarakat untuk melaporkan hoaks melalui aduankonten.id atau Turnbackhoax.id.
Sebagai panduan dalam mengenali hoaks, Siti memaparkan ciri-ciri utama informasi palsu, antara lain judul yang bombastis dan alamat situs yang tidak umum.
Selain itu, ketiadaan nama penulis atau alamat redaksi, narasi provokatif, manipulasi gambar, dan permintaan untuk menyebarkan atau memviralkan informasi.
“Penting bagi masyarakat untuk lebih teliti dalam menyaring informasi agar tidak terjebak dalam berita palsu yang dapat merusak tatanan sosial,” tegas Siti.
Dengan literasi digital yang baik, masyarakat diharapkan lebih waspada terhadap dampak buruk dari penyebaran informasi hoaks, terutama di tengah dinamika sosial menjelang Pemilu.