Kukar, infosatu.co – Sebagian warga di sekitar Desa Banua Puhun, Kecamatan Muara Kaman, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), Kalimantan Timur (Kaltim) masih memilih kapal Feri tradisional sebagai sarana transportasi.
Mereka tetap setia menggunakan jasa penyeberangan kapal tradisional ini dari Sungai Mahakam menuju Desa Banua Puhun maupun sebaliknya ke Desa Rantau Hempang. Hingga kini, akses transportasi air itu masih beroperasi seiring dengan kebutuhan warga.
Adil (54), pria yang menekuni bisnis jasa penyebarangan kapal tradisional selama 13 tahun mengatakan bahwa sarana transportasi merupakan pilihan untuk menyeberangi Sungai Mahakam dari Tenggarong ke Tenggarong Seberang, Kabupaten Kukar. Terutama, pasca ambruknya Jembatan Kukar pada November 2011.
Di penyeberangan Rantau Hempang – Banua Puhun ini terdapat dua jenis kapal yang digunakan. Pertama, kapal berukuran besar yang dipakai untuk mengangkut kendaraan roda empat atau lebih.
Kemudian, kapal yang berukuran lebih kecil untuk mengangkut penumpang tanpa kendaraan maupun yang mengendarai sepeda motor. Untuk tarifnya sendiri, kendaraan roda dua berkisar antara Rp7 ribu- Rp10 ribu. Sedangkan tarif untuk roda empat berkisar di antara Rp30 ribu-Rp50 ribu.
“Tarif di sini berbeda, kalau siang sampai sore motor itu Rp7 ribu. Kalau sampai malam naik jadi Rp10 ribu,” ujar Adil saat diwawancarai, Selasa (16/4/2024).
“Untuk yang kapal besar tarifnya lebih bervariasi lagi. Kalau mobil berukuran kecil hingga sedang itu Rp30 ribu sedangkan yang besar Rp 50 ribu, itu juga di waktu siang. Kalau naik ke malam, masing-masing harganya naik Rp20 ribu,” tambahnya.
Tak hanya para warga, terlihat juga banyak para pekerja hingga anak-anak sekolah yang menggunakan transportasi ini untuk mencapai tujuan. Hal ini dikarenakan kondisi tempat bekerja ataupun sekolah yang berada di desa seberang.
Adil mengatakan bahwa perjalanan dapat ditempuh dengan waktu 10 menit. Karena waktu tempuh yang relatif cepat, menjadikan kapal Feri tradisional masih dibutuhkan warga.
Dalam sehari, rata-rata penumpangnya antara 15-20 orang. Jumlah itu dapat meningkat hingga dua kali lipat ketika berbarengan dengan momentum tertentu.
Karena jumlah penumpang yang diangkut tidak pasti, maka besaran pendapatan Adil dan pelaku usaha jasa penyeberangan kapal tradisional di Sungai Mahakam ini juga mengalami pasang surut.
Selain jumlah penumpang, pendapatan mereka juga dipengaruhi kondisi kapal. Ketika, kapal tiba-tiba mengalami kebocoran maka aktivitas mereka pun terhenti.
Namun Adil tetap bersyukur dengan tetap menjalani pekerjaannya. Sebab, pekerjaan itu tidak hanya untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Namun, juga membantu masyarakat untuk memudahkan akses mencapai tujuannya masing-masing.