Penulis : Hartono – Editor : Eres
Samarinda, infosatu.co – Ketua Komisi IV DPRD Kaltim H.Rusman Yaqub menyoroti kasus kekerasan dan pelecehan seksual di Kaltim. Dari keterangan yang berhasil dihimpun oleh Infosatu.co, politikus dari Partai Persatuan Pembangunan ini menerangkan, adanya peningkatan jumlah kasus kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak dan perempuan di Bumi Etam.
BACA JUGA :PPP Kaltim Gelar Rakorwil IV, Siapkan Saksi Waspadai Politik Uang
“Saya sudah menerima laporan dari Dinas Kependudukan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Provinsi Kaltim. Sejak tahun 2018 dan 2019 atau dalam kurun waktu dua tahun terakhir DKP3A mencatat 1.154 kasus,” jelas Rusman, Minggu (10/3/2019).
Rusman menilai kasus kekerasan dan pelecehan seksual di Kaltim seperti fenomena gunung es, yang nampak kecil di permukaan namun lebih besar di dasarnya.
“Belum lepas ingatan kita tentang kasus pelecehan seksual oleh oknum guru agama yang terjadi di Kota Bangun belum lama ini. Hal seperti ini sangat disayangkan,” sebutnya.
Apalagi, permasalahan sosial itu tidak hanya terjadi di pekotaan. Sekarang kasus serupa malah marak terjadi di pedesaan/kampung.
“Saya juga menerima laporan kasus pemerkosaan, pelecehan seksual dan perbudakan yang terjadi di perkebunan sawit di Kaltim. Kasus seperti itu masih rentan dari pengawasan pemerintah dan aparat penegak hukum,” bebernya lagi.
BACA JUGA :KRL Relasi 1722 Jatinegara- Bogor Anjlok, Semua Korban Sudah Dievakuasi
Dirinya menilai, terjadinya kasus kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak dan perempuan di lahan perusahan perkebunan sawit, bukan tidak mungkin lantaran mayoritas tenaga kerja di perusahaan perkebunan itu lebih banyak direkrut dari luar pulau Kalimantan.
Proses rekrutmen karyawan ini umumnya melalui sub kontraktor penyedia tenaga kerja. Hal ini kembali lagi pada faktor ketersediaan tenaga kerja. Jadi tenaga kerja (karyawan) tersebut tidak dapat berkomunikasi langsung dengan perusaahan utama dan tidak memperoleh jaminan/asuransi. Sehingga jika terjadi kasus serupa di kawasan tersebut pemerintah belum tentu menerima laporan.
Sebelumnya, Kasi PA DKP3A Provinsi Kaltim, Siti Qhotijah mengungkapkan.
“Dari 1.154 kasus tindak kekerasan di Kaltim yang meliputi 10 kabupaten/kota, jumlah terbanyak kasus tersebut terjadi di Kota Samarinda mencapai 599 kasus. Sedangkan dari wilayah Mahakam Ulu masih minim laporan kasus serupa,” terang Siti Qhotijah.
Lanjut Siti, berdasarkan data laporan tahunan bentuk kasus tindak kekerasan terhadap anak dan perempuan meliputi kekerasan fisik, psikis, seksual, eksploitasi, trafficking dan penelantaran.
Sebaian besar bentuk kasus ini terjadi di lingkup rumah tangga, tempat kerja, sekolah, fasilitas umum dan lainnya. Siti Qhotijah menambahkan seluruh lapisan masyarakat saat ini dapat melaporkan kasus kekerasan dan pelecehan seksual ke kantor Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) yang sudah tersebar di Kaltim. Dimana tercatat, saat ini sudah ada 97 Pusat Pelayanan PATBM yang tersebar di kabupaten/kota, yakni Samarinda, Bontang, Berau, Penajam Paser Utara, Kutai Kartanegara, Kabupaten Paser dan kota Balikpapan dengan jumlah relawan sebanyak 1090 orang yang siap melayani kasus serupa. (*)