
Penulis : Hartono – Editor : Sukrie
Samarinda, infosatu.co – Ketua Komisi IV DPRD Kaltim, Rusman Yaqub minta pemerintah daerah, khususnya Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Kaltim dan Dinas Pendidikan kabupaten/kota untuk meningkatkan pendidikan karakter sejak dini sebagai alat rekayasa sosial, guna menekan jumlah kasus kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak dan perempuan di Kaltim.
Ditemui langsung oleh infosatu.co beberapa waktu lalu. Rusman Yaqub mengatakan, maraknya kasus kekerasan dan pelecehan seksual yang terjadi belakangan ini, terlihat dari data yang di lansir oleh Tim Reaksi Cepat Pencegahan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan Perlindungan Anak Kaltim (TRC PPTPPO PA), sepanjang tahun 2019 tercatat ada sebanyak 83 kasus kekerasn dan pelecehan seksual yang terjadi di Kaltim. Dan hanya 3 kasus yang di tanggani secara serius hingga ke meja hijau.
“Dari apa yang kita lihat hasil rapat dengar pendapat hari ini. Bahwa kasus- kasus kekerasan dan seksual yang terjadi pada anak dan perempuan di Kaltim, belakangan ini menjadi sorotan dan permasalahan sosial yang serius bagi pemerintah daerah dan lembaga terkait. Kasus ini pun jika di lihat lebih luas, sangat kompleks seiring dengan kemajuan teknologi dan perkembangan jaman. Sehingga kasus- kasus serupa yang timbul jauh lebih rumit dan butuh penangganan yang serius.” ucap Rusman Yaqub, Kamis (23/05/2019).
Lanjutnya, “Disini saya tegaskan, hingga saat ini ada beberapa tugas yang tidak di tanggani oleh pemerintah secara serius. Yakni, tugas untuk melakukan rekayasa sosial dalam konteks yang positif. Jadi masih banyak PR yang harus dilakukan pemerintah. Guna pembenahan terhadap lingkungan sosial. Salah satunya dengan melakukan pembentukan karakter sejak dini tehadap anak sejak duduk di bangku sekolah. Dan pendidikan karakter juga harus dibentuk di lingkungan tempat tinggal.” tegas Rusman.
Rusmas Yaqub menilai, banyak tugas yang harus dilakukan pemerintah daerah untuk memberikan penanganan serta pendampingan terhadap korban kekerasan dan pelecehan sekual.Mengingat tak sedikit kasus pelecehan seksual tidak terjangkau hukum. Penyebabnya antara lain korban yang lebih memilih bungkam ketimbang melaporkan kasus yang dianggap sebagai aib oleh masyarakat. Selain itu, sulitnya memberikan bukti dan saksi yang mendukung pihak korban juga menjadi persoalan tersendiri dalam pengusutan kasus pelecehan seksual. Tak pelak hal tersebut membuat banyak pelaku pelecehan seksual lepas dari tuntutan hukum
“Jadi harus benar- benar di tanggani secara komprehensif,mengingat kasus ini syarat dengan tindak pidana dan sudah seharusnya di proses secara hukum, sesuai dengan undang-undang perlindungan anak yang berlaku di Indonesia.” ucapnya.
Selain itu, Rusman juga menilai kurangnya koordinasi antara penegak hukum dengan Dinas Kependudukan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim dan Komisi IV DPRD Kaltim yang menangani bidang kesejahteraan rakyat meliputi kesejahteraan sosial dan pemberdayaan dan peranan wanita.
“Sehingga, untuk penanganan ini perlu namanya kerja kongkrit dari pemerintah untuk menangani kasus ini. Kelemahan kita selama ini, fungsi koordinasi itu tidak pernah di wujudkan secara maksimal. Selama ini koordinasi itu hanya diwujudkan dengan pertemuan – pertemuan saja. Namun tindak lanjut atas penangan kasus ini, faktanya tidak maksimal dilapangan.”beber Rusman.