Jakarta, infosatu.co- Judi online telah menjadi isu yang semakin mengkhawatirkan di Indonesia, menyusupi berbagai lapisan masyarakat, termasuk aparat negara. Data terbaru dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menunjukkan bahwa sekitar 97 ribu anggota TNI-Polri terjerat dalam praktik ilegal ini.
Fenomena ini mencerminkan krisis integritas yang melanda aparat, serta tingginya angka keterlibatan di kalangan pegawai swasta dan pejabat negara lainnya, sehingga mencakup total sekitar 4 juta pelaku di seluruh Indonesia.
Perjudian daring atau yang dikenal sebagai “Judol” bukan sekadar pelanggaran hukum. Dengan transaksi yang mencapai Rp517 triliun pada tahun 2024, kegiatan ini telah menjadi ancaman nyata bagi stabilitas sosial dan ekonomi masyarakat. Ini bukan hanya persoalan moral, tetapi masalah ekonomi dan sosial yang serius.
Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas, dengan tegas meminta negara untuk segera turun tangan guna menangani masalah ini.
Fenomena ini tidak bisa diabaikan. Keterlibatan aparat negara, yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam menegakkan hukum, justru menunjukkan lemahnya sistem pengawasan internal dan potensi korupsi moral.
Saat aparat penegak hukum ikut terlibat dalam perjudian daring, kepercayaan publik terhadap lembaga negara dipertaruhkan. Negara tidak hanya menghadapi ancaman hukum, tetapi juga ancaman terhadap kepercayaan rakyat, yang bisa berdampak pada kestabilan nasional.
Para ahli mencatat, sebagian besar pelaku perjudian daring berasal dari kalangan berpenghasilan rendah. Situasi ini memperburuk kondisi ekonomi keluarga dan berdampak negatif pada aspek sosial, seperti peningkatan angka kriminalitas.
“Dalam jangka panjang, kondisi ini bisa menyebabkan ketergantungan yang berujung pada krisis sosial yang lebih dalam.”ungkap Anwar Abbas, pada senin (11/11/2024).
Buya Abbas menilai bahwa pemerintah harus segera melakukan evaluasi menyeluruh, termasuk mengidentifikasi jaringan dan pelaku utama yang menyediakan akses ke perjudian daring. Ini diperlukan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut pada masyarakat dan memastikan bahwa sistem hukum benar-benar ditegakkan.
Pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa langkah, termasuk melakukan pemblokiran situs perjudian daring. Namun, langkah ini tampaknya belum efektif mengingat masih besarnya perputaran dana dan tingginya jumlah pelaku yang terus bertambah. Oleh karena itu, tindakan lebih lanjut yang komprehensif dan tegas menjadi kebutuhan yang mendesak.
Peningkatan edukasi dan sosialisasi mengenai bahaya perjudian daring juga sangat penting, terutama bagi generasi muda yang rentan terhadap pengaruh negatif. Perjudian daring tidak hanya merugikan secara finansial tetapi juga merusak masa depan para pelaku yang terlibat.
Di tengah situasi darurat ini, negara harus menempatkan prioritas pada upaya pemberantasan perjudian daring. Selain meningkatkan pengawasan dan penindakan terhadap para pelaku, pemerintah harus melakukan pendekatan sosial dengan melibatkan lembaga-lembaga masyarakat, termasuk organisasi keagamaan, untuk memberikan edukasi yang efektif.
“Perjudian daring bukan hanya soal pelanggaran hukum, melainkan soal menjaga integritas bangsa dan masa depan generasi mendatang,”tutupnya.