Kukar, infosatu.co – PT Pertamina Hulu Sangasanga (PHSS) memperkenalkan program CSR unggulannya “Balanipa” dengan inovasi pemanfaatan kembali tali kapal oleh Kelompok Usaha Bersama (KUBE) Balanipa.
Pengolahan tali bekas kapal sebagai bahan utama untuk rumpon ini menggunakan teknologi Balanipa Rope Technology (Barotech). Aktivitas ini dikembangkan di Muara Badak Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), Kalimantan Timur (Kaltim).
Barotech merupakan alat pemintal tali bekas kapal yang berhasil meningkatkan efisiensi dan produktivitas KUBE tersebut.
Teknologi ini mampu meningkatkan efisiensi dan produktivitas kelompok KUBE Balanipa. Sebab, alat ini mampu menghemat waktu produksi, dari sebelumnya 30 menit per roll tali menjadi hanya 10 menit.
Dengan demikian, kelompok dapat memproduksi hingga 25 rol tali per hari, meningkat dari sebelumnya hanya 6 rol tali.
Kualitas tali yang dihasilkan juga lebih baik karena hasil pintalan lebih erat dan kuat dibandingkan dengan metode manual. Alat ini telah mendapatkan paten sederhana dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan nomor IDS000006015.
Program ini terbukti memberikan dampak signifikan pada ekonomi masyarakat. Hal itu disampaikan Head of Communication Relations dan CID Zona 9 Elis Fauziyah.
Ia menjelaskan bahwa program ini memberikan manfaat besar bagi usaha kecil dan menengah (UMKM) yang mempraktikkan ekonomi sirkular.
“Potensi dari usaha UMKM yang menerapkan konsep ekonomi sirkular ini sangat baik, karena mampu menghasilkan omzet yang besar. Selain itu, usaha ini juga melibatkan warga sekitar dan memberdayakan kaum perempuan di dalamnya,” ujar Elis.
Dari segi ekonomi, ia menambahkan bahwa KUBE Balanipa mampu meraih omzet hingga Rp217.500.000 per bulan.
Penjualan tali rumpon sangat diminati, sehingga kelompok ini berhasil menjual 750 roll tali dengan harga Rp290.000 per roll. Dampaknya, pendapatan anggota kelompok bisa mencapai Rp2.000.000 per bulan.
Selain itu, nelayan yang menggunakan tali tersebut juga mendapat manfaat, dengan penghematan hingga Rp1.000.000 per roll tali dibandingkan harus membeli tali baru.
Aktivitas pengolahan limbah ini berawal dari kondisi di perairan Muara Badak yang berbatasan langsung dengan selat makassar, lokasi yang strategis bagi lalu lintas kapal. Lokasi tersebut menjadi sumber daya perikanan yang penting.
Namun, lalu lintas kapal besar membawa dampak negatif berupa sampah laut, salah satunya adalah limbah tali bekas kapal hingga 180 ton per tahun.
PHSS melihat kondisi ini sebagai tantangan dan menyadari bahwa tali tersebut dapat diolah kembali menjadi tali rumpon, yang biasa digunakan oleh nelayan.
Dengan kombinasi bahan baku seperti nylon, sutera, dan semi-sutera, tali rumpon yang dihasilkan lebih kuat serta lebih murah dibandingkan produk serupa di pasaran.
“Tali ini juga dapat diolah menjadi produk turunan lainnya, seperti tempat sampah, aksesoris, wall mirror, dan stools ecobrick, yang memiliki nilai tambah dan mendukung upaya pengurangan limbah,” kata Elis.