Penulis : Nina – Editor : Dwi
Mahulu, Infosatu.co – Isu pemindahan ibu kota negara Indonesia ke tanah borneo mendapat berbagai respon dari kalangan pemangku suku asli Kalimantan Timur. Dari respon optimis hingga pesimis pun senter terdengar di berbagai grup diskusi perkumpulan anggota Suku, baik suku Dayak, suku Kutai, suku Berau, suku Paser, dan suku Tidung. Wacana perpindahan ini pun menjadi bahan diskusi alot.
Melihat hal tersebut, Infosatu.co meminta tanggapan kepada Ketua Umum Perkumpulan Suku Dayak Aoheng Soputa Bukit (PDASB) Agustinus Lejiu,via telpon selulernya
“Intinya saya mendukung ibu kota itu pindah karena itu agenda nasional. Perpindahan ini untuk kepentingan bangsa dan negara yang melampaui kepentingan golongan atau kedaerahan,” jelas Lejiu, panggilan akrabnya.
Perdebatan yang terus menerus menjadi puncak ketakutan warga asli, papar Lejiu, ialah semakin tergusurnya peradaban dan budaya penduduk asli Kalimantan. Budaya mereka memang sangat kental dan terkenal akan kultur memegang teguh hukum adat leluhur.
Lejiu menerangkan, ketakutan warga suku asli Kaltim mampu diredam pemerintah dengan berpegang teguh kepada Deklarasi PBB tentang Hak- Hak Masyarakat Adat Nomor 49/214 tanggal 23 Desember 1994 dan Deklarasi PBB nomor 61/295 tanggal 13 September 2017 mengenai Hak Penduduk Pribumi.
“Apabila dua (2) hal ini dipegang teguh, kami harap masyarakat asli bisa mendapatkan manfaat sebesar – besarnya dengan kehadiran ibukota baru. Jangan sampai warga asli tersisih dan bisa ambil bagian,” kritiknya.
Dijadwalkan Presiden RI Joko Widodo dan Bappenas melakukan pertemuan dengan Gubernur Kaltim Isran Noor terkait kesiapan perpindahan Ibu kota Negara RI di provinsi Kaltim pada 5 Agustus 2019 mendatang.
Menanggapi pertemuan tersebut, Lejiu berinsiatif akan segera bertemu dengan seluruh Ketua Umum maupun Kepala Suku Asli yang ada di Kalimantan Timur guna membahas masa depan, nasib, dan keterlibatan suku dalam tahap perpindahan ibukota negara.
“Kami akan melakukan diskusi bersama seluruh ketua dan kepala adat demi menjaga kultur budaya dan etnis yang selama ini kami lindungi, besarkan, dan kami jaga,” tuturnya.
Ia menutup dengan rencana tindakan mereka untuk melakukan mediasi kepada presiden RI dan pemerintah provinsi Kaltim terkait hal ini.
“Semoga pemerintah tidak selalu menganggap enteng permintaan serta aspirasi masyarakat adat di Kalimantan Timur ini,” tutup Lejiu.