Jakarta, infosatu.co – Presiden terpilih Prabowo Subianto telah melakukan kunjungan ke Australia dan Papua Nugini beberapa waktu lalu.
Kunjungan penting ini dinilai dapat menjawab keraguan dari negara-negara di kawasan Pasifik mengenai komitmen Indonesia dalam menjaga perdamaian dan pembangunan di Papua.
Dalam kunjungan tersebut, Prabowo didampingi oleh Wakil Ketua Harian DPP Gerindra yang juga merupakan Wakil Ketua Komisi I DPR RI Sugiono dan tokoh pejuang HAM asal Papua, Natalius Pigai.
Keikutsertaan Pigai dalam kunjungan ini menjadi citra bagi Indonesia yang secara serius mengupayakan perdamaian dan kemakmuran di wilayah Papua.
Dalam kunjungan itu, Prabowo yang kini menjabat sebagai Menteri Pertahanan secara terpisah bertemu dengan Perdana Menteri Australia, Anthony Albanese, di Canberra pada 20 Agustus 2024. Sehari kemudian, ia menemui Perdana Menteri Papua Nugini James Marape di Port Moresby.
“Keikutsertaan Bung Natalius Pigai dalam kunjungan Presiden terpilih Prabowo Subianto ke Australia dan Papua Nugini secara simbolis dan substansi memperlihatkan komitmen kuat pemerintahan baru nanti untuk benar-benar menciptakan perdamaian dan pembangunan di Papua,” jelas pengamat politik luar negeri DR. Teguh Santosa dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (4/9/2024).
Ia mengatakan, reputasi Natalius Pigai sebagai anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI periode 2012-2017 dan pejuang HAM telah diakui dunia.
“Natalius juga mampu menempatkan isu HAM universal di tengah berbagai upaya yang dilakukan Indonesia untuk memacu progres pembangunan di Papua dan di saat yang sama menjaga situasi tetap kondusif,” katanya.
“Saya berharap pemerintahan baru nanti dapat meyakinkan pihak-pihak yang selama ini meragukan dan mempertanyakan komitmen Indonesia pada saudara kita di Papua. Saya rasa Presiden Prabowo perlu memberikan peran yang lebih signifikan untuk Bung Natalius dan Mas Sugiono dalam pemerintahan baru,” ujar alumni University of Hawaii at Manoa (UHM) dan Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung itu.
Hingga saat ini, negara Pasifik yang tergabung dalam Melanesian Sparehead Group (MSG) masih sering menggunakan isu Papua di berbagai forum internasional.
Indonesia yang sejak 2015 menjadi Associate Member (AM) MSG telah terlibat aktif dalam berbagai pertemuan.
Namun, dalam pertemuan MSG di Vanuatu tahun lalu, Indonesia walk out karena adanya undangan kepada tokoh separatis Papua Benny Wenda untuk berbicara di forum tersebut.
“Dunia internasional, khususnya kawasan Pasifik perlu melihat dengan jernih persoalan yang terjadi di Papua. Prinsip peaceful coexistence yang dihasilkan Konferensi Asia Afrika (KAA) di Bandung tahun 1950 silam semestinya membuat masyarakat dunia, khususnya belahan Selatan,menjadi lebih kompak dan saling menguatkan,” terang mantan Wakil Rektor Universitas Bung Karno (UBK) itu.