
Samarinda, Infosatu.co – Panitia Khusus (Pansus) Ranperda RTRW DPRD Kalimantan Timur (Kaltim) menggelar rapat dengar pendapat (RDP) dengan PT Pertamina Hulu Mahakam di Gedung E, DPRD Kaltim, Kamis (16/3/2023).
Ketua Pansus Ranperda RTRW Baharuddin Demmu menjelaskan RDP tersebut sebagai tindak lanjut dari surat PT Pertamina Hulu Mahakam perihal permohonan penyesuaian lokasi kegiatan PT Pertamina Hulu Mahakam (PHM) pada RTRW Provinsi Kaltim.
Salah satu satu kegiatan pengembangan yang direncanakan SKK Migas yaitu pemboran 60 sumur dan pembangunan serta pengoperasian anjungan kepala sumur di wilayah perairan 12 mil Provinsi Kaltim.
Namun, pengembangan yang direncanakan itu bertentangan dengan Ranperda RTRW Kaltim yang sebentar lagi akan disahkan.
“Ceritanya kalau 60 sumur tidak dikerjakan maka potensi kerugian sekitar Rp5,6 triliun. Tetapi, ini tidak bisa mengubah pendirian pansus karena ini sudah terkunci,” tegas Baharuddin Demmu.
Mengenai hal itu, kata Baharuddin Demmu pihaknya akan membahas di paripurna. Jika disepakati oleh DPRD dan Pemerintah Provinsi Kaltim, maka selanjutnya pansus akan melakukan evaluasi dengan pihak pemerintah pusat.
“Soal bisa atau tidak, kami tidak bisa menjawab. Kalau rencana pengembangan ini disetujui oleh pemerintah pusat, maka kami minta berita acara,” sambungnya.
Baharuddin menegaskan rencana pemboran 60 sumur tersebut tidak mengubah tatanan RTRW Kaltim.
“Kalau sudah terkunci, kami komitmen tidak membuka,” tegasnya.
HSSE Manager Operation Zona 8 PM Hulu Mahakam Romy Irvan Prasetyo melalui permohonan tertulisnya mengatakan PHM selaku Kontraktor Kerja Sama (KKS) SKK Migas ditunjuk Pemerintah Pusat untuk mengelola wilayah kerja Mahakam di bidang pengembangan minyak.
PHM selalu berkomitmen melakukan pengembangan dalam rangka mendukung target pemerintah yaitu peningkatan produksi minyak menjadi 1 juta barrel pada tahun 2030.
Proyeksi pendapatan (gross revenue) dari pengembangan tersebut sebesar Rp90 miliar untuk setiap sumur yang berhasil berproduksi.
Diketahui proses verifikasi teknis pengembangan tersebut bertentangan dengan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Kalimantan Timur Nomor 2 Tahun 2021 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWPPPK) Provinsi Kalimantan Timur. Namun, pihak PHM memohon penyesuaian pada ranperda dari kegiatan yang tidak diperbolehkan menjadi kegiatan yang diperbolehkan setelah memperoleh izin.