Samarinda-Faktor rendahnya tingkat partisipasi masyarakat dalam Pemilihan Gubeenur dan Wakil Gubernur Kaltim 2018 karena banyak faktor .
Hal ini terungkap dalam Fokus Discussion Group (FGD) terkait evaluasi partisipasi masyarakat dalam pilgub Kaltim 2018, Senin(22/10/2018) di Hotel Bumi Senyiur Samarinda
Menurut Intonisman mewakili perwakilan media yang didaulat sebagai pembicara dalam evaluasi Pilgub Kaltim 2018, dimana tingkat partisipasi masyarakat hanya mencapai angka 59,6 persen . Ada peningkatan kalau dibandingkan pada Pilgub Kaltim 2013, kenaikannya mencapai 4 persen namun target secara nasional tidak tercapai
“Banyak faktor yang mempengaruhi kenapa tingkat golput tinggi dan angka dibawa target, pertama karena yang dijual calonnya kurang bisa diterima oleh masyarakat, kedua karena faktor partainya kurang diterima. Tapi pertanyaannya apakah fokus menilainya dari faktor presentasi angka atau kualifatif yang menjadi ukurannya,”ucapnya
Lainnya halnya Ida Farida Komisioner KPU Kaltim, menyebutkan bahwa Kaltim terendah nomor 2 setelah Provinsi Riau . Banyak hal yang mempengaruhi kenapa tingkat partisipasi masayarakat di Kaltim belum memenuhi target. Karena pelaksaanaan Pilgub Kaltim bersamaan hari libur panjang,”bebernya
Selain itu, kami belum juga melakukan riset terkait rendahnya pemilih. Kan selama ini karena ini atau karena itu. Belum dikaji secara ilmiah kenapa partisipasi masyarakat rendah. Daerah pemilihan di Kutim paling terendah pada Pilkada 2015. Kalau di Kaltim beda halnya dengan Bali kalau di Bali kepekaan sosial masyarakatnya cukup tinggi kalau di Kaltim belum bisa mengikuti Bali, dan untuk Pilgub Bali 2018, mencapai 72 persen
“Daerah Samarinda, Kutim dan Kukar, melihatnya pada pilgub kemarin jumlah pemilihnya rendah. Kalau di Samarinda jumlah pemilih cukup besar sehingga akan berpengaruh pada hasil partisipasi masyarakat,”beber Ida farida
LO Pasangan Rusmadi- Safaruddin Kamto, berpendapat lain. Dia menilainya banyak masyarakat saat ini apatis karena sebagian masyarakat sudah tidak percaya lagi. Justru tergambar di masyarakat dengan bahasa yang tidak asing kedengaranya ” siapapun yang menjadi gubernur nanti tidak akan berpengaruh, tetap jadi seperti ini”
“Yang juga menjadi masalah kenapa rendah tingkat partisipasi masyarakat karena partai pengusung belum maksimal kerjanya sehingga akan menjadi faktor rendanya pemilih,”kata Kamto
Ketua KPU Kaltim M. Taufik, menyampaikan pada peserta FGD . Dimana ada persoalan di data pemilih.Bahkan berapa kali kita melakukan perbaikan termasuk data pemilih Pemilu 2019. Sampai saat ini KPU terus melakukan perbaikan data pemilih agar datanya final
“Masih ada daerah, khususnya daearah terpencil yang masih memiliki lebih satu KTP, faktornya karena belum memiliki KTP. El kalau Pemilu 2019 semuanya harus menggunakan KTP.E,”kata Taufik
Kedepan petugas penyelenggara Pilkada ditingkat kecamatan harus dari kalangan anak muda atau pemuda setempat. Hal ini akan lebih maksimal dan lebih energik dan mereka tau warga setempat,”bebernya
Ketua Bawaslu Kaltim Dr. Saipul Bahtiar,M.Si, pada saat diskusi evaluasi partisipasi masyarakat dalam pemilihan Gubernur dan wakil Gubernur Kaltim 2018, menyampaikan bahwa secara umum pelanggaran di Pilgub Kaltim sudah dilakukan penindakan akan tetapi ada hal-hal yang tidak bisa dilakukan penindakan karena pelapornya takut dan tidak datang pada saat dimintai sebagai saksi
“Kalau bicara tingkat rendahnya tingkat partisipasi masyarakat mungkin dianggap belum mencapai target yang dinginkan, bukan berarti tidak dilakukan sosialisasi secara maksimal. Tapi disatu sisi bagi pemilih tidak menggunakan hak pilihnya tidak ada sanksi, sehingga orang bebas tidak mencoblos,”kata Saipul
Jaidun,SH,MH pada saat menjadi nara sumber dalam evaluasi partisipasi masyarakat dalam Pilgub Kaltim menyebutkan bahwa yang menjadi persolan tersendiri dalam pilkada karena pemilihnya tidak bisa dihukum karena tidak ada hukum positif yang bisa dijadikan dasar melakukan penuntutan atau sanksi hukum
“Hukum positif yang diberlakukan dalam undang-undang Pemilu hanya mengatur kalau ada orang yang berusaha menghalang-halangi menggunakan hak pilihnya pada saat pemungutan suara, menjanjikan imbalan uang kepada pemilih atau merusak surat suara bisa dipidana dengan menggunkan UU Pemilu, dengan ancaman hukumannya 3 tahun penjara atau denda Rp.36 juta,”beber Jaidun (01)